(Al-Ustadz Fariq Gasim Anuz hafizohulloh)
Ada kata-kata Hikmah, " Tidak setiap yang diketahui berarti boleh
diucapkan, tidak setiap yang boleh diucapkan berarti boleh diucapkan
kepada setiap orang, dan tidak setiap yang boleh diucapkan kepada
sebagian orang berarti boleh diucapkan di setiap keadaan".
"Tidak
setiap yang diketahui berarti boleh diucapkan". Seorang yang bijak
memilih diam daripada ia berbicara yang menimbulkan perselisihan atau
permusuhan. Jika kita mengetahui aib atau kekurangan pribadi saudara
seIslam maka hendaknya kita menutupinya, tidak menyebutkan apalagi
menyebarluaskannya. Disamping itu hendaknya kita mendoakan kebaikan
untuknya dan berusaha memperbaikinya dengan cara-cara yang baik. Adapun
ilmu syar'i, kita tidak boleh menyembunyikannya. Yang boleh adalah
menundanya sampai datang waktu yang tepat untuk menyampaikannya.
Orang bijak, ia akan berpikir sebelum berkata dan menjaga lisannya. Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Menjaga lisan adalah agar jangan
sampai seseorang mengucapkan kata-kata yang sia-sia, hendaklah ia
berkata yang memberikan manfaat bagi agamanya. Apabila ia akan berbicara
hendaklah ia pikirkan, apakah ucapan yang akan ia sampaikan bermanfaat
atau tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam, apabila
bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata yang lebih
bermanfaat atau tidak? Sehingga ia tidak menyia-nyiakan waktunya.” (dari
kitab Ad Da’u wad Dawa’)
"Tidak setiap yang boleh diucapkan berarti
boleh diucapkan kepada setiap orang". Jika kita punya masalah maka kita
boleh mengutarakan dan minta pendapat dari orang tertentu yang
diharapkan bisa menjaga rahasia dan memberikan saran atau solusi.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah mengumpulkan kaum Anshar
dan menasehati mereka tanpa mengikutsertakan kaum Muhajirin ketika ada
ketidakpuasan dari anak muda Anshar yang menganggap Rasul Shallallahu
Alaihi Wasallam sudah melupakan kaum Anshar dengan memberikan harta
rampasan perang kepada para mualaf (orang yang dilembutkan hatinya)
Makkah lebih banyak dari mereka.
"Tidak setiap yang boleh diucapkan
kepada sebagian orang berarti boleh diucapkan di setiap keadaan". Istri
ingin mengutarakan permasalahan rumah tangga hanya kepada suaminya.
Tidaklah tepat jika ia menyampaikannya saat suami pulang kerja dalam
keadaan letih dan lapar. Seseorang ingin bergurau dan tertawa bersama
temannya, tapi bukan pada tempatnya jika bergurau dan bercanda saat
melayat atau mengantarkan jenazah.
Kesimpulannya kita harus berpikir
dan hati-hati sebelum berkata agar kita selamat dari keburukan dan
kerugian di dunia dan akhirat. Ada ungkapan peribahasa, "mulutmu
harimaumu". Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, " sangat
mengherankan, orang yang mudah menghindari dari memakan barang yang
haram, berbuat dzalim, berzina, mencuri, minum-minuman keras, memandang
pandangan yang diharamkan tapi sulit untuk menjaga lisannya,
sampai-sampai seseorang yang dipandang sebagai ahli agama, zuhud, gemar
ibadah, tetapi dia berbicara dengan ucapan yang membuat Allah murka
padanya, disebabkan ucapannya tersebut tanpa ia sangka-sangka
menyebabkan ia terjerumus ke neraka jahannam lebih jauh antara jarak
timur dan barat. Betapa banyak orang yang lisannya dibiarkan kesana
kemari menodai kehormatan orang-orang yang hidup dan yang telah
meninggal dunia tanpa mempedulikan akibat dari kata-kata yang
diucapkannya". (Adda'u wad dawa')
Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam
bersabda yang artinya,“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kata-kata,
ia tidak memikirkan (apakah baik atau buruk) di dalamnya, maka ia
tergelincir disebabkan kata-kata itu ke dalam api neraka sejauh antara
timur dan barat.” (Muttafaq Alaihi)
Ya Allah, selamatkanlah kami...